PERBANDINGAN PENGUJIAN KADAR ALBENDAZOL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DAN TITRASI BEBAS AIR
AMBARWATI, MARIA F. PALUPI, U. PATRIANA, DAN E. RUSMIATI
Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunungsindur- Bogor 16340
Telah dilakukan studi perbandingan antara metode spektrofotometri dan metode
titrasi bebas air pada pengujian mutu obat hewan yang mengandung albendazol. Metode uji spektrofotometri menggunakan prosedur yang dikembangkan oleh Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) dan metode titrasi bebas air menggunakan prosedur sebagaimana yang tercantum di Farmakope Obat Hewan Indonesia. Pada studi ini digunakan satu sampel obat hewan mengandung albendazol 1500 mg / bolus dan sampel diuji secara berulang sebanyak 10x untuk setiap jenis metoda uji. Hasil menunjukkan bahwa metode uji dengan menggunakan spektrofotometri dan metode uji titrasi bebas air tidak berbeda nyata (t test, α = 0,05) dengan rata-rata kadar kandungan albendazol pada metode uji metode spektrofotometer sebesar 97,65 % dan metode titrasi bebas air sebesar 98,39 %. Kata kunci : albendazol, spektrofotometri, titrasi
ABSTRACT The comparative studies between spectrophotometry and titration free-water methods for assay veterinary drug containing albendazole have been studied. The spectrophotometry method used was developed method by National Veterinary Drugs Assay Laboratory (NVDAL), and free water titration method used was the method as mentioned in Indonesia’s Pharmacopeae Veteriner. In this study was used one sample of veterinary drugs containing albendazol 1500 mg / bolus and the sample was tested by replicated system a ten times for each methods. In this study can be concluded that the spectrophotometry and free water titration method showed no significant differences (t-test student, α = 0,05), with the average result of albendazole’s contain by spectrophotometry was 97,65% and free-water titration method was 98,39%. Key words: albendazole, spectrophotometry, titration PENDAHULUAN
Albendazol merupakan anthelmintik yang cukup dikenal luas di dunia
kedokteran hewan. Di Indonesia terdapat peningkatan jumlah obat hewan yang
mengandung albendazol , pada tahun 2007 terdapat 24 nama dagang dan pada tahun
2009 meningkat menjadi 35 produk (2, 3).
Albendazol merupakan anthelmintik spektrum luas yang umumnya digunakan
untuk membasmi nematoda ataupun cestoda di ruminansia. Albendazol diindikasikan
untuk membasmi endoparasit di sapi yaitu Ostertagia ostertagi, Haemonchus spp., Trichostrongylus spp., Nematodius spp., Cooperia spp., Bunostomum phlebotomum, Oesphagostomum spp., Dictacaulus spp., Fasciola hepatica (dewasa), dan Moniezia spp. Albendazol juga digunakan sebagai kontrol endoparasit pada domba, kambing dan
babi. Pada kucing, albendazol telah digunakan untuk mengobati infeksi Paragonimus kellicotti. Sedangkan pada kucing dan anjing, albendazol telah digunakan untuk
mengobati capillariasis. Khusus pada anjing, albendazol juga digunakan untuk
mengobati infeksi Filaroides. Umumnya albendazol tersedia dalam bentuk cairan atau
Albendazol mengalami metabolisme secara cepat setelah dikonsumsi. Metabolit
aktifnya yaitu albendazole sulphoxide dan albendazole sulfone mencapai konsentrasi
puncak di plasma yaitu 20 jam setelah pemberian. Setelah pemberian peroral, bentuk
induknya tidak dapat dideteksi ataupun sangat samar terdeteksi karena adanya first pass effect yang sangat cepat. Pada domba, 51% dari dosis diekskresikan melalui urin
umumnya pada 48 jam pertama. Residu dari albendazol akan tetap ada di tubuh hewan
dalam beberapa hari sehingga waktu henti obat dapat mencapai 10 - 14 hari, dan pada
hewan yang dikonsumsi produksi susunya tidak boleh diobati dengan albendazol (5, 6).
Karakteristik albendazol adalah berupa serbuk putih atau kekuningan, tidak larut
dalam air, sangat sukar larut dalam metilen klorida, mudah larut dalam asam format
anhidrat dan larut dalam alkohol (1, 6).
Mengingat jumlah anthelmintik yang mengandung albendazol makin meningkat,
maka kiranya perlu dikembangkan suatu metode pengujian kadar albendazol yang baru
agar mendapatkan metode pangujian yang cepat dan mudah, tetapi hasil ujinya valid.
Selama ini digunakan metode titrasi bebas air, dengan menggunakan asam pekat yang
berbahaya bagi penguji. Studi ini bertujuan untuk menemukan suatu metode baru untuk
meminimalkan resiko, dan hal ini sejalan dengan salah satu tupoksi BBPMSOH untuk
mengembangkan metode pengujian obat hewan.
MATERI DAN METODE Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan : Sampel anthelmintik yang mengandung albendazol,
asam asetat glasial 100% (CH3COOH), asam asetat anhidrida, kristal violet, asam
perklorat 70% (HClO4), methanol p.a., asam klorida 37%, alat yang digunakan : mortar,
standar albendazol, neraca, sendok cuplikan, erlenmeyer 300 mL, buret, statif, magnetik
stirrer, stirrer, pipet tetes, labu ukur 500 mL, pipet ukur, labu ukur 50 ml, tissue, cuvet,
Metode Titrasi Bebas Air
Sampel ditimbang setara dengan 54,20 mg albendazol, tambah 10 ml asam
asetat glasial dan 40 ml asam asetat anhidrida. Dititrasi dengan 0,1 N HClO4 (larutan 8,5
ml HClO4 70%, 500 ml asam asetat glasial, 21 ml asam asetat anhidrida dan
ditambahkan asam asetat glasial sampai batas volume 1000 ml) dengan menggunakan
kristal violet sebagai indikator. Setiap ml 0,1 N asam perklorat setara dengan 26,53 mg
C12H15N3O2S (albendazole) (1). Kadar albendazol dalam sampel dihitung dengan
Dimana : V = volume (mL) 0,1 N HClO4 mencapai titik akhir, B spl = mg kandungan albendazol dalam sampel
Metode spektrofotometer
Sejumlah sampel ditimbang setara dengan 54,20 mg albendazol, masukkan
dalam labu ukur 50 ml dan diencerkan dengan pelarut anthelmentik (8,1 ml HCl 37%
dilarutkan dengan methanol p.a. sampai 500 ml), dibuat pengenceran bertingkat dengan
menggunakan pelarut anthelmintik sehingga didapatkan konsentrasi akhir 10,862 ppm.
Dilakukan skreening dengan menggunakan standar untuk menentukan panjang
gelombang yang memberikan serapan maksimal. Buat kurva standar dengan
menimbang secara tepat 10,2 mg standar albendazol (SIGMA), kemudian diencerkan
dan dibuat pengenceran bertingkat dengan menggunakan pelarut anthelmintik sehingga
didapatkan konsentrasi 20,4 ppm, 10,2 ppm, 5,1 ppm dan 2,55 ppm serta sebagai blanko
(0 ppm) digunakan pelarut antelmentik (Gambar). Serapan sampel dan standar diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum
tersebut. Hitung kadar albendazol (Ct, ppm) dari sampel dengan menggunakan rumus:
Dimana : S = Absorbansi sampel, A = intercept, B = slope
Perhitungan persentase kadar albendazol dalam sampel adalah sebagai berikut:
Dimana: Ct = konsentrasi sampel terhitung terhadap kurva standar, Cp = konsentrasi sampel pada pengenceran terakhir
Analisa Hasil
Untuk mengetahui perbedaan hasil kadar albendazol dengan pengujian titrasi
bebas air dan spektrofotometri dianalisa dengan menggunakan uji t-student (α = 0,05)
HASIL DAN PEMBAHASAN
spektrofotometri adalah menentukan panjang gelombang yang memberikan nilai
absorbsi maksimal. Oleh sebab itu, dilakukan skreening panjang gelombang maksimum
menggunakan standar albendazol. Panjang gelombang maksimum untuk albendazol
Pemeriksaan kadar sampel dengan 10 kali pengulangan, didapat hasil rata-rata
97,65 % dengan simpangan baku 2,43. Sedangkan dengan titrasi bebas air didapat hasil
rata-rata 98,39% dengan simpangan baku 1,03 (Tabel).
Pengulangan ke: Metode uji Spektrofotometri Titrasi Bebas Air Rata-rata Standar Deviasi
Hasil analisa statistik t-test student (α = 0,05), didapatkan bahwa hasil pengujian
kadar albendazol secara spektrofotometri adalah sama atau tidak berbeda nyata dengan
hasil kadar albendazol yang dihitung dengan menggunakan uji titrasi bebas air (t hitung
Keuntungan dari metode spektrofotometri adalah preparasi sampel dan pelarut
cukup mudah, tidak memerlukan ruang khusus pada saat melakukan pengujian, bahan
yang digunakan untuk pengujian tidak banyak dan mudah didapatkan, serta dapat
Dari hasil pengembangan ini maka dapat disimpulkan bahwa pengujian kadar
albendazol dengan menggunakan metode spektrofotometri dapat digunakan sebagai
alternatif metode pengujian karena hasilnya adalah sama dengan menggunakan metode
titrasi bebas air. Hal ini tentu akan sangat membantu dalam pengujian jika mendapatkan
sampel albendazol dalam bentuk cair atau emulsi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis disampaikan kepada M. Ridho Afifi yang telah membantu
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2009. Farmakope Obat Hewan Indonesia. Jilid II (Farmasetik dan
Premiks). Edisi 4. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Hlm 32.
2. Anonim. 2007. Indeks Obat Hewan Indonesia. Edisi VI. Asosiasi Obat Hewan
3. Anonim. 2009. Indeks Obat Hewan Indonesia. Edisi VII. Asosiasi Obat Hewan
4. Matjik, AA, Sumertajaya I Made. 2006. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi
5. Mayer BR. 1991. Anthelmintics in “Veterinary Applied Pharmacology and
Therapeutics”. 5th edition. ELBS with Bailliere Tindal. London. Hlm 527 – 528
6. Plumb C.Donald. 2005. Veterinary Drug Handbook 5th Ed. Blackwell Publishing –
Positionspapier der AGEZ zur Ministerkonferenz der Welthandelsorganisation (WTO) September 2003 in Cancún (Mexiko) TRIPS – Das Abkommen über handelsbezogene Aspekte der Rechte des geistigen Eigentums New Issues: Neue Bereiche (Auslandsinvestitionen, Wettbewerb, Reformvorschläge und Forderungen (Kurzfassung) Wien, im Juni 2003 AGEZ – Arbeitsgemeinschaft Entwicklung
Antibiotic Residues Although most countries have banned the antibiotics chloramphenicol and nitrofurans from animal food production due to their toxicity to humans, traces of the drugs have been detected in shrimp and other aquaculture products. Chloramphenicol can cause potentially fatal aplastic anemia and leukemia, and nitrofurans are carcinogenic. Therefore, the seafood industry fully